Investigasi lapangan kedua dalam setahun yang mengdokumentasi pelanggaran buruh yang sistemik di perkebunan kelapa sawit milik Indofood di Indonesia

San Francisco, CA – Laporan independen yang baru saja dikeluarkan diawal minggu ini menemukan kembali pelanggaran hak buruh marak terjadi di perkebunan kelapa sawit yang dimiliki dan dioperasionalkan oleh mitra joint venture-nya PepsiCo, yakni Indofood. Indofood adalah produsen tunggal produk makanan ringan bermerek PepsiCo di Indonesia dan salah satu perusahaan perkebunan terbesar di dunia.

Laporan tersebut, yang kedua dalam tahun ini, dikeluarkan setelah laporan “The Human Cost of Conflict Palm Oil: Indofood, Hubungan Terselubung PepsiCo terhadap Eksploitasi Buruh di Indonesia dikeluarkan pada bulan Juni 2016 oleh Rainforest Action Network (RAN), lembaga hak advokasi buruh bernama OPPUK, dan International Labor Rights Forum (ILRF) yang pertama kali mengungkap pelanggaran hak buruh pada mitra joint venture PepsiCo, yaitu Indofood. Accreditation Services International (ASI), badan akreditasi dari skema sertifikasi industri kelapa sawit yaitu Roundtable on Sutainable Palm Oil (RSPO), melakukan asesmen di Gunung Melayu yang merupakan basis pemasok dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Indofood dan pemegang sertifikat RSPO.

RAN, OPPUK dan ILRF menginvestigasi kondisi buruh di dua perkebunan milik Indofood di Sumatera Utara dan menemukan adanya buruh anak, paparan terhadap pestisida yang sangat berbahaya, pembayaran upah dibawah upah minimum, ketergantungan jangka panjang terhadap buruh temporer untuk pekerjaan pokok, dan pembatasan kegiatan serikat buruh independen. Asesmen yang dilakukan ASI, yang menjadi perkebunan Indofood yang ketiga, menemukan pelanggaran terhadap hukum ketenagakerjaan Indonesia, penggunaan dan penyimpanan pestisida yang tidak aman dan tidak konsisten, ketiadaan kontrak kerja untuk buruh harian lepas sebelum tahun 2016, kontrak kerja untuk buruh harian lepas yang mencegah mereka untuk mencapai pendapatan sesuai ketentuan upah minimum, tidak tersedianya pendaftaran jaminan sosial untuk semua buruh, dan diskriminasi dalam ketentuan kerja.

“Temuan ASI mengkonfirmasi apa yang kita ketahui sejak lama: Indofood melanggar hak para buruh di perkebunan kelapa sawitnya secara sistematis. Pelanggaran-pelanggaran ini tidak terjadi secara terisolir melainkan praktek ketenagakerjaan yang memang bermaksud untuk memotong biaya. Sedangkan penghidupan para buruh dan haknya hanya dianggap sebagai konsekuensi,” kata Herwin Nasution, Direktur Eksekutif OPPUK.

Laporan kedua ini seharusnya menimbulkan keprihatinan lebih lanjut kepada pihak yang melakukan bisnis dengan Indofood. Sejumlah pembeli, mitra joint venture, dan investor Indofood dinamakan di laporan “The Human Cost of Conflict Palm Oil: Indofood, Hubungan Terselubung PepsiCo terhadap Eksploitasi Buruh di Indonesia,” atas hubungannya dengan Indofood, IndoAgri selaku perusahaan perkebunannya dan First Pacific Company selaku perusahaan induknya. Yang dinamakan dalam laporan tersebut termasuk PepsiCo, Nestle, Unilever, Procter & Gamble, Musim Mas, Golden Agri Resources, dan Wilmar; bank-bank Jepang termasuk Sumitomo Mitsui Financial Group, Bank Mizuho and the Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ; bank-bak Eropa termasuk HSBC, Rabobank, Standard Chartered, BNP Paribas dan Deutsche Bank; dan Citibank yang berbasis di Amerika.

“Ketika dilaporkan kembali bahwa Indofood melanggar hak dasar buruh di perkebunan kelapa sawitnya, pembeli, mitra bisnis dan investornya sebaiknya waspada,” kata Robin Averbeck, Juru Kampanye Senior di Rainforest Action Network (RAN).

PepsiCo telah menjadi target kampanye publik terkait Indofood karena PepsiCo merilis kebijakan kelapa sawit terbarunya pada bulan September 2015 yang mengecualikan mitra joint venture-nya, yakni Indofood, dari standar tanggungjawab produksi yang sama seperti pemasok kelapa sawit PepsiCo lainnya.

“Sudah waktunya PepsiCo mengambil tindakan atas seruan para konsumennya untuk menyelesaikankan pelanggaran hak buruh dan praktek Conflict Palm Oil lainnya yang dilakukan oleh mitranya, Indofood, secara publik,” lanjut Averbeck.

Yang mengkhawatirkan, laporan ASI juga menemukan bukti bahwa beberapa dokumen dan catatan mungkin telah “disiapkan ditempat” atau dirubah oleh manajeman Indofood. Jika benar, praktek seperti itu melanggar Kode Etik RSPO dan bisa menjadi dasar untuk keanggotaan mereka diskors dari lembaga tersebut.

“Perusahaan manapun yang bersertifikat RSPO dan tidak berkemauan untuk secara bebas membuka buku mereka untuk dilakukan asesmen oleh RSPO seharusnya secara otomatis diskors,” kata Eric Gottwald, Staf Pengacara Senior di International Labor Rights Forum. “RSPO harus menegakkan peraturannya.”

Indofood dan PepsiCo diberi kesempatan untuk merespon temuan kunci dari laporan RAN, OPPUK dan ILRF sebelum publikasi. Indofood menolak untuk memberi komentar pada temuan laporannya, sedangkan PepsiCo menyatakan bahwa mereka menanggapi keprihatinan apapun terkait hak buruh dan hak asasi manusia dengan serius dan memilki kebijakan hak asasi manusia yang kuat.

Unduh Asesmen yang dilakukan ASI disini [English]:

http://www.accreditation-services.com/resources/document-library/download-info/asi-rspo-sai-pc-compliance-indonesia-2016

Unduh laporan RAN, OPPUK and ILRF disini [Bahasa Indonesia]: ran.org/indofood

Bagikan :