Kenyataan bahwa industri perkebunan kelapa sawit masih mengunakan pestisida yang sangat berbahaya dan perilaku penyemprotan yang berisiko tinggi terhadap keracunan. Pestisida tersebut digunakan untuk memberantas hama dan penyakit kelapa sawit seperti; ulat api (Limacodidae) dan ulat kantung (Psychidae), busuk pangkal, infeksi cendawan, gulma (Mikania Micrantha) yang dapat menurunkan produksi buah sawit hampir 50%. Untuk mencegah risiko penurunan produksi ini perusahaan menggunakan pestisida seperti Gromoxon dan Rondup, Ally, Glisart, Glinat yang mengandung paraquat dan zat kimia berbahaya lainnya.
Mengutip penjelasan mantan Menteri Pertanian Indonesia Prof. Dr. Bungaran Saragih, mengakui ada sekitar 25 jenis pestisida yang digunakan pada industry perkebunan kelapa sawit. Bahaya yang ditimbulkan pestisida di perkebunan kelapa sawit mempunyai nilai yang tinggi bagi kehidupan dan kualitas hidup manusia, karena dapat mengurangi produktivitas yang diakibatkan. Gangguan yang dialami oleh buruh perempuan yakni mengalami pusing dan sakit kepala, penglihatan kabur, tangan bergetar, ruam kulit dan jantung berdebar, keringat berlebihan, tidak dapat tidur, masalah pernafasan, mual, muntah juga diare.
Buruh perempuan pada industry perkebunan sawit paling berisiko terpapar pestisida dan pupuk karena itu merupakan bidang kerja mereka. Namun sayangnya mereka yang jumlahnya mencapai 65% disetiap perusahaan perkebunan kelapa sawit justeru bekerja dengan status Buruh Harian Lepas (BHL). Buruh BHL selain tidak mendapatkan hak dan fasilitas kerja buruh ternasuk Alat Perlengkapan Kerja (APK) dan Alat Perlindungan Diri (APD), pihak managemen perusahaan juga tidak mendaftarkan mereka sebagai peserta program jaminan social. Mereka tidak memiliki kartu BPJS Kesehatan yang sangat penting untuk menolong dalam menghadapi dampak kesehatan akibat paparan pestisida serta risiko kerja lainnya.
Dalam Workshop yang telah diselenggarakan OPPUK bersama SERBUNDO di Hotel Madani Medan telah melakukan ulasan permasalahan Dampak Pestisida Dan Jaminan Kesehatan Kepada Buruh Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit. Workshop ini telah melihat dan mengetahui; bagaimana dampak negative pestisida terhadap buruh dan lingkungan, buruh perempuan telah terpapar pestisida namun tidak memiliki kartu jaminan kesehatan dan juga payung hukum yang seharusnya melindungi hak buruh perempuan sesuai ketentuan Ketenegakerjaan di Indonesia. Workshop ini melibatkan 3 narasumber yakni; Dr. Ir. Erika Pardede, M. App.Sc (Dosen Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen), Herwin Nasuton, SH (Ketum SERBUNDO) dan Fransiskus Bangun (Kabid Perlindungan Dinas Tenaga Kerja Sumatera Utara. Acara yang dimoderatori Dr. Henri Sitorus, PhD (Akademisi dari Universitas Sumatera Utara) dihadiri oleh sebanyak 31 peserta undangan yang mewakili Serikat Buruh/ Serikat Pekerja dan CSO yang ada di Sumatera Utara, perwakilan pihak managemen perusahaan Asian Agri juga media.
Dalam forum ini ada penegasan kembali bahwa pestisida adalah racun sehingga penting untuk sadar bahwa buruh perempuan yang bekerja pada perkebunan kelapa sawit berhadapan dengan racun. Sehingga para pihak termasuk pihak managemen perusahaan harus memberikan informasi tentang racun dan bahayanya kepada buruh. Buruh berhak mendapatkan informasi tentang jenis dan bahaya pestisida, berhak mendapatkan pelatihan penggunaan pestisida dan berhak mendapatkan APD dan fasilitas pemeriksaan dan layanan kesehatannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pemerintah memiliki pengawas spesialis yakni Balai Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang berdiri sendiri dan berkoordinasi langsung kepada Tingkat Kementrian. Hal ini perlu didorong oleh Serikat Buruh agar balai ini bekerja dengan maksimal dalam memastikan pestisida tidak boleh digunakan sembarangan serta menjelaskan penindakan dan ancaman hukumnya jika terjadi pelanggaran. Balai ini. Balai ini telah terpisah dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumut. Selain itu peran penting Pegawai Pengawas Dinas Tenaga Kerja baik di tingkat Kabupaten/ kota maupun Provinsi untuk menertibkan administrasi ketenagakerjaan dalam mendapatkan perlindungan dan jaminan kesehatan termasuk pemeriksaan kimia darah.
Workshop ini menjadi momentum untuk suato dialog social yang melibatkan multi stakeholder yang telah bersepakat untuk mendorong pengawasan dan penegakkan hukum untuk perlindungan hak buruh khususnya perempuan yang bekerja pada bidang yang contact (dekat) dengan ancaman terpapar pestisida dan pupuk kimia. Selain itu juga komitmen bersama untuk mendorong penataan system SMK3 (SOP tentang bagaimana pencampuran, aplikasi, penyimpanan, kelengkapan fasilitas APD dan penanganan limbah) terkait pestisida dan pupuk kimia juga melakukan penelitan-penelitian lanjutan agar para pihak lebih dapat bersinergi. Guna mendorong praktek hubungan ketenagakerjaan yang tidak diskriminasi kepada perempuan dan menghormati HAM yakni; mengangkat mereka menjadi buruh tetap, terdaftar dalam program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, mendapatkan fasilitas termasuk APD dan APK, mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang K3. Karena dengan demikian buruh perempuan mendapatkan perlindungan haknya sebagai buruh serta penghormatan kepada martabat dan kemanusiaan.(NP)