A. Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan kita banyak mendengar istilah “gender” melalui media-media televisi maupun berita di koran dan radio. Masih banyak orang mengartikan gender sebagai jenis kelamin, namun setelah perkembangan jaman, arti kata gender mengalami perubahan karena tidak sesuai dengan konteks yang ada. Selain itu, gender juga selalu dikaitkan dengan perempuan. Terdapat banyak kebingungan dalam masyarakat mengenai penggunaan kata gender, sehingga pengenalan akan istilah gender menjadi penting untuk kita.
Kata gender muncul setelah adanya gerakan feminis diakhir abad 18 yang menuntut adanya persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan. Oleh karena itu kata gender sering dikaitkan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan perempuan. Dalam perkembangannya ternyata gender bukan hanya mengacu kepada perempuan tetapi juga laki-laki. Karena dikaitkan dengan gerakan feminis tersebut, banyak orang baik laki-laki maupun perempuan menyalahartikan dan merasa bahwa menggunakan kata gender merupakan bentuk ketidakpuasan akan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat khususnya bagi perempuan.
Pemahaman tentang gender menjadi penting dalam gerakan buruh perkebunan karena gerakan buruh sering disalahartikan anti kepada kehadiran perempuan. Dengan memahami gender kita tidak akan lagi terperangkap dan mampu untuk terus bergerak menyatukan kekuatan membawa perubahan dalam kehidupan buruh.
B. Pengenalan Gender
Apa itu gender? Banyak orang yang salah mengartikan bahwa gender sama dengan jenis kelamin, padahal gender itu berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin adalah pensifatan seorang manusia berdasarkan ciri-ciri biologis yang dimiliki yaitu laki-laki dan perempuan. Ciri biologis tersebut sama di semua tempat dengan latar belakang budaya yang berbeda dan tidak akan berubah dari waktu ke waktu. Sedangkan gender adalah pensifatan seorang manusia berdasarkan nilai-nilai yang dibuat oleh suatu masyarakat tertentu. Pensifatan tersebut berbeda-beda sesuai dengan latar belakang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan juga faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara sederhana, jenis kelamin tidak terpengaruh oleh perubahan keadaan suatu masyarakat, namun gender dapat berubah-ubah. Contohnya laki-laki di Indonesia menggunakan celana sedangkan perempuan menggunakan rok tetapi di Skotlandia laki-laki menggunakan rok.
Pada akhir abad 18 terdapat perjuangan melawan gender karena perempuan merasa ada ketidakadilan dalam pembagian tugas dan peran perempuan dalam keluarga maupun masyarakat. Perempuan menuntut pembagian tugas dan peran yang adil dengan kaum laki-laki yang dinilai memiliki lebih banyak waktu luang dan bebas menentukan apa yang ingin mereka lakukan. Perempuan pada masa itu hanya dibatasi pada tugas-tugas rumah tangga saja yang membuat mereka tergantung kepada pendapatan suaminya. Hal inilah yang kemudian dianggap menjadi perlawanan dari perempuan terhadap kebebasannya. Pada masa ini perempuan dianggap sebagai kelompok yang kerap mendapatkan perlakuan tidak adil dari masyarakat maupun dari laki-laki.
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata konsep gender yang dibangun masyarakat bukan hanya merugikan perempuan tetapi juga laki-laki. Perempuan yang selalu dianggap menjadi korban kekuasaan laki-laki ternyata juga banyak memberikan tuntutan yang tidak jelas kepada laki-laki. Contohnya istri-istri banyak menuntut suami mereka untuk memberikan gaji yang besar demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Terjadi konflik dalam hubungan antara laki-laki dengan perempuan karena nilai-nilai yang ditetapkan oleh masyarakat tersebut. Para istri yang memiliki gaji yang lebih baik dari suaminya merasa bahwa mereka berhak menentukan keputusan-keputusan dalam rumah tangga. Pemahaman tentang kesetaraan berubah menjadi persaingan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini yang membuat banyak orang menilai negatif terhadap perjuangan perempuan untuk diakui keberadaannya ditengah-tengah masyarakat.
Pembedaan-pembedaan lainnya yang sering dihadapi perempuan adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan lebih tinggi, pembatasan waktu luang, pembagian tugas di rumah yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan dan pembatasan ruang gerak perempuan bahkan dalam pembagian harta keluarga. Dalam banyak budaya, kehadiran anak perempuan juga tidak dianggap penting karena dianggap anak perempuan bukan penerus keluarga dan ketika dewasa akan diambil oleh keluarga lain untuk dijadikan istri. Contohnya sangat lazim dalam suatu keluarga jika harus memutuskan anak perempuan atau anak laki-laki yang akan melanjutkan sekolah maka anak laki-laki yang akan mendapat kesempatan tersebut. Keputusan diambil bukan karena kemampuan intelektual anak tetapi karena pemikiran bahwa anak laki-laki nantinya harus menghidupi keluarganya. Sedangkan anak perempuan ketika dewasa akan dijadikan istri oleh laki-laki lain dan menjadi tanggung jawab laki-laki tersebut untuk menafkahinya. Dalam banyak budaya di Indonesia anak laki-laki sangat dinantikan dalam sebuah keluarga, bahkan tidak berhenti mempunyai anak hingga mendapatkan anak laki-laki.
Pandangan-pandangan seperti yang digambarkan diatas kemudian membuat perbedaan antara laki-laki dan perempuan di rumah, sekolah, tempat pekerjaan bahkan masyarakat. Di rumah anak perempuan akan mendapat tugas pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sejak kecil sedangkan anak laki-laki bebas bermain. Di sekolah, anak laki-laki memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin sedangkan perempuan hanya sebagai pengikut saja. Dalam pekerjaan perempuan mendapatkan upah yang lebih rendah karena jenis kelamin mereka. Sedangkan dalam masyarakat, perempuan harus berbicara dan berprilaku sopan sedangkan laki-laki bebas melakukan apa saja. Tidak seharusnya perbedaan jenis kelamin membedakan hak dan kewajiban seseorang baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam kaitannya dengan serikat buruh, buruh perempuan merupakan kelompok pendukung yang mampu mendorong perjuangan serikat buruh perkebunan. Untuk itu keterlibatan buruh perempuan menjadi penting, namun mengingat posisi mereka yang lemah sebagai BHL, serikat buruh harus mampu menggali masalah-masalah yang dihadapi oleh buruh perempuan dan menjadikannya sebagai bagian dari perjuangan serikat.
C. Penutup
Serikat buruh merupakan wadah perjuangan bagi buruh perempuan maupun laki-laki. Pembagian peran dalam serikat buruh bukan berdasarkan jenis kelamin namun setiap anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam mendorong perubahan dalam kehidupan buruh perkebunan. Pembagian peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki dimulai dari komunitas terkecil yaitu rumah tangga. Kelihatannya memang mudah namun tidak pernah mudah untuk merubah sesuatu yang menjadi budaya dalam suatu masyarakat. Semoga anggota serikat buruh mampu membawa perubahan bukan hanya dalam kehidupan pekerjaannya tetapi juga dalam keluarganya.