I. LATAR BELAKANG
Definisi advokasi kebijakan adalah sebuah pengaruh atau mempengaruhi pengambil kebijakan suatu organisasi, perusahaan atau lembaga Negara, sehingga kebijakan tersebut dapat berubah secara keseluruhan, sebahagian dan mempertahankan keseluruhan kebijakan tersebut.  Dalam melakukan advokasi sangat membutuhkan frontline, basis massa dan supporting system, ketiga poin ini menjadi sebuah kesatuan yang saling mendukung sehingga dapat dipadukan mengarah kepada perubahan kebijakan yang diharapkan.  Tetapi konsep tiga prinsip dasar tersebut sering dianggap oleh pengambil kebijakan terlampau radikal karena selalu dibarengi dengan kekuatan basis massa atau kita kenal dengan unjuk rasa.  Konsep advokasi ini sangat popular dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai basis-basis massa dan tidak jarang mendapatkan hasil seperti menurunkan rezim Soeharto, gerakan buruh di Medan tahun 1994, penolakan BBM dll.  Tidak dipungkiri juga konsep ini mempunyai kelemahan-kelemahan seperti membutuhkan dana yang lebih besar,energy yang lebih besar, risiko terjadinya provokasi yang membuat para advokator dikriminalisasi, kerugian ekonomi yang cukup besar dan kadang-kadang dari kelompok lain tidak simpatik terhadap gerakan tersebut.

Melihat risiko-risiko gerakan seperti diatas, banyak para advokator menjadikan ini menjadi pilihan terakhir ketika proses-proses yang lain mengalami kegagalan.  Kebiasaannya melakukan gerakan-gerakan advokasi yang lebih lunak seperti hearing dan lobi.  Adapun perbedaan antara hearing dan lobi; hearing adalah pertemuan dan perundingan yang dilakukan secara formal dengan pengambil kebijakan, sedangkan lobi adalah pertemuan yang dilakukan dengan pengambil kebijakan secara informal.  Ada baiknya sebelum melakukan pertemuan formal lebih baik melakukan pertemuan informal dahulu karena dalam pertemuan informal biasanya pengambil kebijakan lebih terbuka terhadap masalah-masalah yang akan didiskusikan karena ia lebih bebas dari jerat kungkungan dari kepentingan jabatannya sebagai pengambil kebijakan, sedangkan dalam pertemuan formal pengambil kebijakan biasanya lebih kaku dan mempertahankan apa yang telah putuskan sebelumnya.
Seorang advokator (negosiator dan pelobi) harus mempunyai kemampuan minimal; pengetahuan yang luas, jaringan yang luas, komunikator yang baik, sensitif, percaya diri dan mampu menjaga rahasia.  Adanya kemampuan ini pengambil kebijakan merasa nyaman dan mempercayai bahwa apa yang akan dirundingkan nantinya sewaktu dibawa ke pertemuan formal tidak jauh dari apa yang telah dilobi sebelumnya sehingga komunikasi dengan pengambil kebijakan bisa secara terus menerus dibangun yang akhirnya apa yang menjadi harapan terhadap isu yang akan di advokasi dapat berhasil.

Skema Advokasi :

II. TAHAPAN-TAHAPAN LOBI DAN HEARING
Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam lobi maupun hearing mulai dari tahapan persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.  Ketiga tahapan ini sudah menjadi sebuah bingkai dalam pola pikir seorang advokator dan lebih baik bingkai tersebut dituliskan dalam bentuk narasi supaya advokator yang lain ketika terjadi perundingan sudah memiliki pemahaman yang sama.

1. Tahap Persiapan
Persiapanhearing dan lobi yang matang dapat dijadikan indikator yang kuat (50%) advokasi yang dilakukan akan berhasil.  Untuk itu sangat penting seorang advokator melakukan persiapan-persiapan seperti; memahami isu yang ditangani dengan data-data yang akurat, baik data primer maupun data sekunder, mengetahui informasi dari pihak pengambil kebijakan ataupun lawan. Mengenal karakter mereka, mempersiapkan target-target yang akan dicapai dalam perundingan berdasarkan analisis internal dan eksternal sehingga target yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Mempersiapkan rekanan dari pihak lawan maupun kawan yang mendukung gerakan sehingga terbangun aliansi yang lebih besar untuk mendukung target yang akan dicapai.

Sebelum melakukan pertemuan hearing dengan pihak pengambil kebijakan ada baiknya membuat surat pemberitahuan supaya waktu pertemuan dapat dijadwalkan.  Dalam membuat surat, sesuai dengan standar formal mulai dari hari dan tanggal, hal yang ingin disampaikan, nomor surat, lampiran pendukung, orang yang dituju, substansi materi yang akan bahas dalam pertemuan dimuat secara singkat, logo organisasi, nama organisasi, mobile contact dan alamat si pengirim surat.

2.  Tahap pelaksanaan
Sewaktu pelaksanaan perundingan peserta harus mampu menunjukkan sikap memandang legislatif sebagai sekutu atau mitra, mampu membuktikan dalam presentasinya kepada legislatif bahwa musuh bersamanya adalah isu yang diajukan dan untuk mencapai tujuan itu, peserta perlu mengemas isu menjadi menarik.
Jika salah satu saja merasa perubahan itu tidak ada kaitannya dengan mereka, maka meraka tidak akan ambil bagian dalam perubahan itu. Untuk itu, aksi yang dipilih oleh advokator dalam melakukan advokasi haruslah mampu merangsang keterlibatan semua pelaku.
Pada saat hearing umumnya peserta akan asyik dan perhatiannya diserap sepenuhnya pada pertemuan. Seringkali mereka melupakan berbagai hal penting yang sebenarnya harus dicapai sesuai perencanaan sebelumnya. Terkadang mereka lupa mengobservasi audien secara keseluruhan karena perhatian hanya pada seorang yang tengah bicara.Di sinilah perlu pembagian peran masing-masing advokator bila penting secara diam-diam tanpa melakukan sesuatu secara menyolok, pastikan untuk bisa mengirim pesan melalui SMS atau cara lain untuk mengingatkan moderator atau anggota tim lainnya akan tugasnya.Salah satu poin yang harus diperoleh sebelum hearing berakhir adalah komitmen anggota dewan mengenai kesepakatan terhadap isu perubahan kebijakan.  Menjadi sangat penting kesepakatan tersebut dituangkan secara tertulis yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Kebiasaannya setelah pertemuan selesai pihak media massa akan menunggu hasil dari pertemuan tersebut dan akan mewawancarai advocator.Untuk itu penting melakukan press conference dengan memaparkan kesepakatan tersebut.  Media massa akan berperan menjadi penembus batas ruang dan waktu sehingga menjangkau setiap stakeholder- stakeholder.

Proses Advokasi :

3. Tahap Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dimaksudkan merupakan suatu cara untuk melihat kapasitas para advokator dalam merencanakan, mengambil keputusan, dan melakukan suatu upaya sesuai dengan kebutuhan target bersama dan melihat pertanggungjawaban masing-masing advokator Monitoring dan evaluasi dapat membantu dalam memperoleh informasi kualititatif dan masukan dari berbagai opini menyangkut dampak dari advokasi sebagaimana terlihat serta memberikan informasi tentang kemajuan dari gerakan tersebut.

Beberapa pertanyaan berikut ini perlu dimunculkan untuk mengetahui hal apa saja yang perlu dievaluasi :

  1. Apakah tujuan advokasi telah tercapai ?
  2. Apakah hasil yang diharapkan telah seimbang dengan segala daya upaya yang dikeluarkan?
  3. Bagaimana advokasi bisa diperbaiki ?
  4. Komponen apa saja yang perlu diganti atau diperbaiki ?
  5. Apa saja yang telah berjalan dengan baik dan benar, dan apa saja yang salah?
  6. Apa saja dampak langsung dan tidak langsung dari proses advokasi ?

Pendokumentasian dari kegiatan advokasi dalam proses monitoring dan evaluasi perlu didiskusikan, adapun hal yang perlu didokumentasikan adalah; pencatatan kronologis kasus atau peristiwa,  pengumpulan foto-foto, kaset rekaman, peta lokasi, video, penulisan laporan perkembangan dan hasil advokasi.  Sekaligus menyepakati tindak lanjut melalui pertemuan-pertemuan berkala untuk memantau dan mengevaluasi proses, strategi, hasil dan rencana tindak lanjut.

4.    PENUTUP
Berbicara lebih gampang dari pada berbuat.

Terima kasih.

Bagikan :