Kerjasama OXFAM, OPPUK, SERBUNDO, FNV Mondiaal Dan Linkar Borneo
Pada tanggal 30 November 2017 lalu penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan Kesetaraan dan Keadilan Gender yang dilaksanakan di Hotel Santika Bogor bersama dengan perwakilan lembaga-lembaga dan Serikat Buruh perkebunan kelapa sawit dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat yang perduli pada kondisi buruh perkebunan kelapa sawit. Pelatihan yang juga dihadiri oleh perwakilan dan APINDO DKI Jakarta ini difasilitasi oleh lembaga Oxfam dan Kapal Perempuan selama 3 hari untuk mengetahui dengan jelas bagaimana kondisi Kesetaraan dan Keadilan Gender disektor usaha perkebunan kelapa sawit. Kesempatan pelatihan ini telah menambahkan wawasan dan pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan konsep gender dan seks. Proses diskusi yang interaktif atar sesama peserta yang menyampaikan bagaimana kondisi tentang kesetaraan dan keadilan gender yang terjadi sesuai daerah kerjanya dimasing-masing memberikan banyak informasi tentang bagaimana kondisi buruh perempuan yang bekerja disektor perkebunan kelapa sawit ini.
Proses pelatihan dipandu oleh Mbak Mia Sicawaty dan Budhis Utami yang banyak menggali cara pandang (persfektif) peserta terhadap konsep gender, menggali realita kondisi perempuan bekerja pada perkebunan kelapa sawit juga menjelaskan apa itu gender dan pengertian seks. Pelatihan ini telah memberikan pemahaman kepada para peserta bahwa pengertian seks justeru berbeda dengan gender. Seks adalah perbedaan biologis (alat reproduksi) laki-laki dan perempuan yang ada semenjak dilahirkan dan “tidak bisa diubah” dan menjadi dasar seseorang untuk dikenali jenis kelaminnya sebagai perempuan dan laki-laki.
Sedangkan gender adalah bentuk cara pandang yang telah dibuat dan diberlakukan oleh sosial masyarakat yang yang memberikan perbedaan terhadap peran perempuan dan laki-laki dan pembagian peran ini dapat berubah dari waktu kewaktu. Penting untuk kita ketahui bersama bahwa perbedaan antara seks dan gender cukup jelas yakni:Seks bersifat alami sedangkan gender bersifat sosial, Seks terberi oleh Yuhan Yang Maha Esa, artinya manusia tidak perlu mengusahakannya, sedangkan gender merupakan suatu cara pikir yang diusahakan karena merupakan bentukan masyarakat.Seks merupakan alat biologis (reproduksi) yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan sedangkan gender merupakan sifat, posisi dan peran yang semestinya dilakukan olrh laki-laki dan perempuan, misalnya pandangan masyarakat bahwa perempuan harus lemahlembut, mengurus rumah tangga dan laki-laki harus tegas, sebagai pencari nafkah dan pemimpin.Kemudian seks bersifat tetap (tidak berubah) diberbagai tempat dan jaman sedangkan gender senantiasa berubah dari waktu kewaktu juga berbeda dalam setiap budaya atau wilayah.
Jadi penekanan tentang gender adalah bukan pada jenis kelaminnya melainkanpada cara pandang masyarakat selama ini yang telah memberikan dan memberlakukan pembagian peran dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki.
Disisi lain baik sadar atau tidak sadar konsep pemahaman gender yang menitikberatkan jenis kelamin terus berjalan langgeng karena disebabkan oleh beberapa faktor, yakni; sistem pendidikan, penafsiran agama, budaya patriarki, sistem hukum, sistem ekonomi kapitalistik, sistem politik dan media. Paham gender seperti ini pada akhirnya banyak mendiskriminasikan hak-hak perempuan. Saat perempuan dikonsepkan perannya sebagai pengurus rumah tangga ini justeru mempersempit nilai penghargaan atas keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh perempuan.
Fakta ini dapat dilihat melalui diskusi dan kajian bersama tetang bagaimana perempuan bekerja disektor perkebunan kelapa sawit. Buruh perempuan kebanyakan bekerja dengan status Buruh Harian Lepas (BHL). Bekerja tanpa upah yang jelas, tanpa APD dan APK yang layak, rentan dengan peraturan dan beban kerja yang memberatkan, tidak mendapatkan jaminan sosial dan kesehatan, rentan terpapar dampak pestisida dan pupuk karena kebanyakan persahaan perkebunan kelapa sawit mempekerjakan buruh perempuan pada bagian perawatan, penyemprotan dan pemupukan.
Kenyataan ini sangat disayangkan terjadi ditengah jelasnya instrumen hukum yang jelas mengatur tentang hubungan ketenagakerjaan antara pengusaha dengan buruh, yang telah dengan jelas merincikan apa saja hak dan kewajiban dari pengusaha dan buruh sebagai pekerja. Padahal telah diketahui bersama bahwa bukankah perawatan dalam sistem pertanian perkebunan merupakan hal yang pokok dan rutin dilakukan untuk mencapai produktivitas panen buah sawit, jadi bukanlah jenis pekerjaan yang terhitung musiman sehingga tahun-demi tahun terus berjalan buruh perempuan tetap saja status kerjanya sebagai BHL. Jadi jelas akibat penegakkan dan pengawasan hukum yang lemah dari negara telah berkontribusi kondisi buruh perempuan tidak mendapatkan haknya sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Seperti mengutip puisinya “ buruh perempuan adalah buruh separoh harga, keneraka mesti mengikut dan ke surga hanya menumpang”.
Pelatihan ini mengingatkan peserta agar menyadari dan mengimplementasikan cara pandang terhadap gender yang setara dan adil baik oleh lembagaga NGO, Buruh dan Serikat Buruh serta APINDO. Bahwa Kesertaraan Gender adalah pemenuhan hak-hak secara sama (tanpa dibedakan) antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan Keadilan Gender adalah memberikan hak-hak khusus yang dibutuhkan oleh perempuan yang secara alami mempunyai proses reproduksi seperti haid, hamil juga melahirkan. Dengan kesadaran ini diharapkan akan mampu mendorong advokasi perlindungan hak-hak buruh khususnya buruh perempuan agar dinilai dan dihargai setara dan adil oleh pihak perusahaan dan dilingkungan sosial masyarakat. Koresponden (NP)