IMPLEMENTASI KEBEBASAN BERSERIKAT DI SEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Organisasi Perjuangan dan Penguatan Untuk Kerakyatan (OPPUK) bekerjasama dengan Oxfam di Indonesia melaksanakan kegiatan Dialog Justice dengan tema “Implementasi  Kebebasan Berserikat di Sektor Perkebunan Kelapa Sawit” di Medan pada tanggal 21 Desember 2017 di Hotel Saka Medan. Dialog Justice ini diikuti oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia-APINDO  (2 orang), Serikat Buruh Perkebunan Indonesia-SERBUNDO (4 orang), Serikat Buruh Medan Independen-SBMI Sumut (3 orang), Serikat Pekerja Industri-SPI (2 orang), Organisasi Perjuangan dan Penguatan Untuk Kerakyatan-OPPUK (5 orang), Tim Pembela Hukum Buruh Perkebunan Kelapa sawit-TEMBUS (1 orang), Federasi Serikat Pekerja Metal Sumatera Utara-FSPMI (1 orang), Serikat Buruh Sosial Demoktar-SBSD (1 orang), SPR Indonesia (1 orang), SP NIBA SPSI (2 orang), SP KAHUT SPSI (3 orang), SP LEM SPSI (1 orang), Dinas Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara (2 orang), Akademisi Universitas Sumatera Utara (1 orang) dengan jumlah peserta sebanyak 29 orang terdiri dari 4 orang perempuan dan 23 orang laki-laki. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan buruh dan serikat buruh tentang Kebebasan Berserikat (Freedom of Association – FoA) sehingga mendorong terbentuknya serikat buruh independen yang dapat memperjuangkan hak-hak anggotanya dan keberadaannya diterima oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit serta melakukan pengidentifikasian dan pendokumentasian masalah implementasi kebebasan berserikat di sector perkebunan kelapa sawit yang nanti akan dipergunakan untuk upaya-upaya advokasi bersama perbaikan kondisi kebebasan berserikat di sector perkebunan kelapa sawit.

Bertindak selaku  narasumber dalam dialog ini adalah Herwin Nasution, SH  Ketua Umum Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (SERBUNDO) dan Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara Frans Bangun SH, MH serta di moderatori oleh DR. Henri Sitorus, S.Sos, M.Sc akademisi dari Universitas Sumatera Utara.

Dalam presentasenya Herwin Nasution, SH dari Ketua Umum DPP SERBUNDO menyampaikan tentang bentuk-bentuk pelanggaran kebebasan berserikat di perkebunan kelapa sawit di Indonesia seperti kriminalisasi terhadap buruh dan pengurus serikat, mutasi, demosi, Pemutusan Hubungan Kerja, diskriminasi, intimidasi, tekanan fisik serta memperlambat proses pencatatan serikat buruh di Disnaker. Pelanggaran terhadap kebebasan berserikat di alami basis SERBUNDO di delapan kabupaten di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan di kalimantan Timur.

Dari persoalan yang muncul dalam implementasi kebebasan berserikat di perkebunan kelapa sawit ketua umum SERBUNDO memberikan beberapa rekomendasi yaitu: kepada pengusaha merupakan kewajiban untuk menerima keberadaan serikat buruh independen dan member ruang melaksanakan fungsi organisasinya di setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kepada pemerintah supaya melakukan pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran hak-hak buruh dan menindak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melanggar hak buruh tentang kebebasan berserikat dan kepada buruh dan serikat buruh perlu penguatan ditingkat basis melalui pengorganisasian dan pendidikan sehingga serikat buruh mampu menyusun program, berunding, membuat PKB dengan pihak perusahaan.

Sementara itu Frans Bangun SH, MH, Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara dalam presentasenya menyampaikan bahwa persoalan kebebasan berserikat tidak hanya terjadi di perkebunan kelapa sawit, bahkan di sektor manufaktur juga masih banyak di temukan. Sampai saat ini ada 19 kasus yang menyangkut pelanggaran kebebasan berserikat yang sudah tahap gelar perkara di Kepolisian dan ada 3 kasus yang naik ke pengadilan. Membawa kasus pelanggaran UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh ni ke pengadilan agar berdampak efek jera bagi pengusaha yang melanggar.

Tantangan yang di hadapi Dinas Tenaga Kerja Propinsi dalam mengawasi dan menegakkan aturan masih tidak terlepas pada masalah dana dan tenaga. Anggaran yang di berikan negara untuk pengawasan sangat minim sekali sehingga ini dapat menjadi penghalang bagi Disnaker dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Belum lagi jumlah tenaga pengawas se Propinsi Sumatera Utara hanya ada 98 orang dari 13 ribu perusahaan berskala sedang dan besar. Oleh karenanya Disnaker sangat membutuhkan kerjasama terutama dari Serikat Buruh untuk bersinergi dalam membantu tugas-tugas pemerintah menegakkan aturan Ketenagakerjaan termasuk dalam isu kebebasan berserikat di buruh perkebunan kelapa sawit.

Solusi yang diberikan Dinskaner antara lain membangun kerjasama Tripartite agar terbangun dialog sosial yang saling bersinergi dan lebih efektif antara buruh, pengusaha dan pemerintah. Lembaga tripartite yang baru di bentuk di tingkat Propinsi akan mengakomodir SERBUNDO dalam lembaga tersebut.

Moderator DR. Henri Sitorus, S.Sos, M.Sc menyampaikan bahwa selama ini Negara terjebak pada orientasi buruh perkebunan di industri  (industrial base) sehingga aspek buruh dan serikat buruh perkebunan kelapa sawit kurang di perhatikan oleh negara, lembaga internasional maupun NGO Internasional. Moderator mencoba merumuskan berbagai masalah yang menyangkut kebebasan berserikat dan beberapa solusi kebijakan perburuhan di perkebunan kelapa sawit. Moderator  menarik kesimpulan dari Dialog Justice ini antara lain :

  1. Masih ditemukan fakta pelanggaran kebebasan berserikat terutama di perkebunan kelapa sawit dan masih minim advokasi yang di berikan kepada buruhnya. Di perlukan membangun Serikat Buruh yang independen di perkebunan kelapa sawit.
  2. Lemahnya pengawasan dari pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dalam menegakkan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh di karenakan masih minimnya anggaran dan sumber daya manusianya.
  3. Lebih intens membangun komunikasi Tripartite antara Buruh/Serikat Buruh, Pengusaha dan Pemerintah untuk membangun Dialog Sosial yang lebih efektif termasuk melibatkan SERBUNDO dalam lembaga tripartite yang sudah ada.

Kebebasan berserikat adalah jalan menuju perbaikan kesejahteraaan buruh perkebunan kelapa sawit. Hingga saat ini buruh maupun pengusaha sendiri masih banyak belum memahami tentang kebabasan berserikat yang dilindungi undang-undang. Implementasi selama ini masih banyak intimidasi jika buruh membentuk serikat di luar keinginan pengusaha. Kondisi ini kontra produktif di tengah upaya perbaikan hubungan yang baik antara buruh dan pengusaha. Oleh sebab itu penting mendorong terbentuknya serikat buruh independen yang dapat memperjuangkan hak-hak anggotanya dan keberadaannya diterima oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Bagikan :