A. Pengertian Tersangka & Terdakwa
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana” (butir 14 KUHAP). Sedangkan Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilana’ (butir 15 KUHAP).
B. Kedudukan Tersangka Dalam KUHAP
KUHAP menempatkan seorang tersangka dalam kedudukan yang bermartabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan ( his entity and dignity as a human being ). Sekalipun penegakan hukum itu memang mutlak menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar, tetapi hak-hak seorang tersangka atau terdakwa tidak boleh diabaikan atau dilanggar. Dalam melakukan pemerikasaan terhadap seorang tersangka, penegak hukum harus berpegang pada garis-garis landasan, asas dan prinsip KUHAP, yaitu ;
1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis KUHAP adalah berdasarkan Pancasila terutama yang berhubungan erat dengan Ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan landasan sila Ketuhanan, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak hukum maupun tersangka adalah: Sama-sama manusia yang dependen kepada Tuhan, semua manusia tergantung kepada kehendak Tuhan. Semua makhluk manusia tanpa kecuali adalah ciptaan Tuhan, yang kelahirannya di permukaan bumi semata-mata adalah kehendak dan rahmat Tuhan.
Mengandung arti bahwa :
- Tidak ada perbedaan asasi di antara sesama manusia.
- Sama-sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk mengembangkan dan mempertahankan kodrat, harkat dan martabat sebagai manusia ciptaan Tuhan.
- Sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus dilindungi tanpa kecuali.
- Fungsi atau tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia, hanya semata-mata dalam ruang lingkup menunaikan amanat Tuhan Yang Maha Esa.
2. Asas legalitas (legality)
KUHAP sebagai Hukum Acara Pidana adalah undang-undang yang asas hukumnya berlandaskan asas legalitas. Pelaksanaan penerapannya harus bersumber pada titik tolak the rule of law yang berarti semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum dan undang-undang serta menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan diatas segala-galanya. Dengan demikian, setiap tindakan penegakan hukum harus tunduk di bawah ketentuan konstitusi undang-undang yang hidup di tengah kesadaran hukum masyarakat.
Konsekuensi dari asas legalitas yang berlandaskan the rule of law dan supremasi hukum (supremacy of law), maka aparat penegak hukum dilarang atau tidak dibenarkan:
- Bertindak di luar ketentuan hukum (undue to law) maupun undue process.
- Bertindak sewenang-wenang (abuse of law).
- Setiap orang tersangka mempunyai kedudukan:
- Sama sederajat di hadapan hukum atau equality before the law.
- Mempunyai kedudukan “perlindungan” yang sama oleh hukum atau equal protection thelaw.
- Mendapat “perlakuan keadilan” yang sama dibawah hukum, equal justice under the law.
3. Asas Keseimbangan (Balance)
Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum tidak boleh berorientasi pada kekuasaan semata-mata. Hal ini berarti bahwa aparat penegak hukum harus menempatkan diri pada keseimbangan yang serasi antara orientasi penegakan hukum dan perlindungan ketertiban masyarakat dengan kepentingan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Aparat penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum harus menghindari perbuatan melawan hukum yang melanggar hak-hak asasi manusia dan setiap saat harus sadar dan berkewajiban untuk mempertahankan kepentingan masyarakat sejalan dengan tugas dan kewajiban menjunjung tinggi martabat manusia (human dignity) dan perlindungan individu (individual protection).
4. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence).
Dalam penjelasan umum butir 3 huruf (c) KUHAP ditegaskan bahwa :
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap”. Asas praduga tak bersalah ini dari segi teknis juridis ataupun dari segi teknis penyidikan merupakan penerapan acquisitoir (Pemeriksaan saling berhadapan) yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. Dimana tersangka/terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri. Sedangkan obyek pemeriksaan dalam asas acquisitoir adalah kesalahan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka/terdakwa, maka ke arah itulah pemeriksaan harus ditujukan.
Hak seseorang tersangka untuk tidak dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya (praduga tak bersalah) sesungguhnya juga bukan hak yang bersifat absolut, baik dari sisi formil maupun sisi materiel, karena hak ini tidak termasuk ”non-derogable rights” (Hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun) seperti halnya hak untuk hidup atau hak untuk tidak dituntut dengan hukum yang berlaku surut (non-retroaktif). Asas ini dimuat dalam Pasal 8 UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan di dalam Penjelasan Umum UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP serta dipertegas dalam Pasal 14 paragrap 2 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik (1966), yang dirumuskan dengan kalimat singkat: ”Everyone charged with criminal offence shall have the right to be presumed innocent until proved guilty according to law”.(Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum).
Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politikmerinci luas lingkup atas tafsir hukum ”hak untuk dianggap tidak bersalah”, yang meliputi 8 (delapan) hak, yaitu:
- Hak untuk diberitahukan jenis kejahatan yang didakwakan;
- Hak untuk disediakan waktu yang cukup dalam mempersiapkan pembelaannya dan berkomunikasi dengan penasehat hukum yang bersangkutan;
- Hak untuk diadili tanpa ditunda-tunda;
- Hak untuk diadili yang dihadiri oleh yang bersangkutan;
- Hak untuk didampingi penasehat hukum jika yang bersangkutan tidak mampu;
- Hak untuk diperiksa dan memeriksa saksi-saksi yang berlawan dengan yang bersangkutan;
- Hak untuk memperoleh penerjemah jika diperlukan oleh yang bersangkutan;
- Hak untuk tidak memberikan keterangan yang merugikan dirinya atau hak untuk tidak dipaksa mengakui perbuatannya.