Tidak adanya perwakilan buruh yang terlibat dalam pertemuan Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merupakan suatu kejanggalan karena buruh merupakan salah satu stakeholder utama yang terlibat mulai dari pembukaan hingga distribusi minyak kelapa sawit. Peran buruh yang sangat besar dalam mendorong kemajuan dunia usaha, khususnya sector kelapa sawit bukanlah focus para pemegang saham. Buruh hanya dinilai sebagai kelompok masyarakatmiskin yang akan mengerjakan hal apa pun asalkan mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keluarganya.
Pada tahun 2015, angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,56 juta orang (BPS 2015) yang didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan menengah keatas/kejuruan, diploma dan sarjana. Sektor kelapa sawit yang dipromosikan sebagai salah satu solusi pengurangan angka pengangguran di Indonesia pada kenyataannya tidak mampu meningkatkan taraf kehidupan buruh. Minimnya informasi tentang kondisi kerja dan kehidupan buruh perkebunan kelapa sawit membuat banyak orang berbondong-bondong menjatuhkan lamarannya kepada ribuan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran public mengenai kondisi kerja dan kehidupan diperkebunan kelapa sawit, OPPUK selama 3 tahun telah konsisten melakukan kampanye dan advokasi baik ditingkat Lokal, Nasional dan Internasional. Pada tahun 2013 saat pertemuan tahunan RSPO RT-11 di Medan, dengan dukungan dari 7 ribu orang buruh yang tergabung dalam aliansi SERBUNDO (9 serikat buruh, 1 serikat petani dan 4 LSM), berhasil memaksa Direktur Jenderal RSPO Darrel Webber untuk menerima delegasi SERBUNDO dan menyampaikan pernyataan terkait isu buruh. Melalui pernyataan tersebut kami mendorong RSPO untuk mengakomodir kepentingan buruh melalui kelompok kerja buruh di RSPO.
Aksi dan tuntutan buruh tidak berhenti sampai disitu, pada tahun 2014 dalam pertemuan tahunan RSPO RT-12 sebagai peserta aktif event-event yang digelar. Kesempatan untuk memaparkan kondisi buruh di perkebunan kelapa sawit kepada anggota RSPO akhirnya datang saat pertemuan tahunan RSPO RT- 13 di Kuala Lumpur Malaysia. Bersama dengan pembicara lainnya dari Oxfam di Indonesia, auditor RSPO dan perwakilan Sime Darby Malaysia. Peluang yang diberikan bagi OPPUK dan SERBUNDO untuk mempresentasikan masalah kebebasan berserikat digunakan sebaik-baiknya untuk menunjukan tekanan yang dihadapi buruh jika mereka bergabung dengan serikat buruh independent. Pada akhir presentasi, Herwin Nasution,SH mengajukan rekomendasi yaitu:
- Bagi perusahaan, untuk mengakui dan memberi ruang untuk keberadaan serikat buruh independent.
- Mendorong RSPO untuk mengadopsi Prinsip dan Panduan Kerja Bebas dan Adil di Perkebunan Kelapa Sawit juga agar RSPO melakukan verifikasi terkait isu buruh bagi anggotanya dengan menggunakan auditor independent yang memiliki pengetahuan dan pengalaman melakukan sosial audit khususnya terkait buruh perkebunan kelapa sawit.
- Mendorong pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan khususnya untuk melindungi buruh perkebunan kelapa sawit.
Seminar dipimpin oleh Paul Wolvekamp yang pada akhir sesi juga turut mendorong RSPO untuk mengadopsi Prinsip dan Panduan Kerja Bebas dan Adil di Perkebunan Kelapa Sawit.