Workhsop Pembuatan Modul Serikat Buruh dilaksanakan di Hotel Saka Medan selama dua hari (24 s/d 25 Oktober 2015). Diselenggarakan Organisasi Pengembangan dan Penguatan Usaha-usaha Kerakyatan (OPPUK) dan Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (SERBUNDO) bekerjasama dengan OXFAM di Indonesia.

Peserta workshop berjumlah 27 orang. Diantaranya 23 orang adalah buruh yang berasal dari basis: PTPN II (Langkat dan Deli Serdang, 4 orang), PT PP Lonsum Indonesia (Deli Serdang, 5 orang), PT Putra Lika Perkasa (Labuhanbatu Selatan, 2 orang), PT Daya Labuhan Indah (Labuhanbatu, 2 orang), PT Milano Sungai Daun (Labuhanbatu Selatam, satu orang), PT Milano Merbau Estate (Labuhanbatu Utara, 2 orang), PT Smart Sialang Taji (Labura, 2 orang), PT Ranto Sinar Karsa (Labuhanbatu, 2 orang), PT Abdi Budi Mulia (Labusel, 2 orang) dan PT Rimba Mujur Mahkota (Mandailing Natal, 1 orang).

Empat peserta lainnya merupakan pengurus Serbundo tingkat kabupaten atau DPC, yakni; Labusel, Labura dan Mandailing Natal. Peserta perempuan dua orang; satu dari buruh (PT Lonsum) dan satu lainnya dari DPC Labusel. Dari OPPUK, tiga orang menjadi fasilitator yang memandu lancarnya acara workshop yaitu; Herwin Nasution, Suhib Nuridho dan Renata Sandhi. Chris Wangkay dan Taufik dari Oxfam Indonesia serta Amelia Falah Alam dari lembaga Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) berada di tengah-tengah peserta selama dua hari acara berlangsung.

Mengingat sebelumnya pernah dilakukan workshop materi modul pelatihan tentang Prinsip dan Kriteria atau PnC RSPO, peserta 50% lebih adalah buruh yang telah mengenal RSPO atau setidaknya tidak lagi merasa asing. Pematerinya adalah person yang sama yakni Amalia Falah Alam dan workshop yang sekarang ini juga adalah peningkatan dari workshop sebelumnya.

Ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam workshop ini. Pertama, meningkatkan pemahaman buruh dan serikat buruh independen (SERBUNDO) tentang PnC RSPO. Dengan demikian buruh mampu dan terampil bernegosiasi dengan argumentasi yang kuat ketika berhadapan dengan manajemen perusahaan dalam menyelesaikan berbagai masalah terkait kondisi kerja dan kesejahteraan. Kedua, lahirnya modul pelatihan tentang PnC RSPO dalam rangka penguatan buruh dan Serikat Buruh.

Harus diakui sangat sedikit buruh yang mengetahui dan mengerti apa itu RSPO berikut PnC-nya. Oleh karenanya pelatihan PnC di tingkat basis buruh menjadi sangat penting. Dengan modul pelatihan yang mudah diimplementasikan niscaya buruh akan lebih mudah memahami RSPO dan pelaksanaan PnC-nya.

Modul PnC RSPO yang pertama dibuat semenjak RSPO berdiri sehingga modul ini dapat digunakan oleh buruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.

Sejarah berdirinya RSPO pada 2004 yang digagasi oleh sejumlah pemangku kepentingan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat dan perusahaan perkebunan. RSPO didirikan dengan tujuan memperkenalkan produk berkelanjutan melalui standar global. RSPO mensertifikasi atau menerbitkan sertifikat bagi perusahaan-perusahaan yang terkait dengan produksi maupun penggunaan (rantai pasok) minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO). Kebutuhan akan sertifikat RSPO adalah agar produsen bisa memasarkan produk minyak kelapa sawit dan turunannya ke negara-negara di Eropa.

Di dunia terdapat 2.439 anggota RSPO. Terdiri atas perusahaan perkebunan, pabrik, pedagang, pemroses turunan, LSM dan sebagainya. Saat ini RSPO sudah mensertifikasi 20% produksi minyak kelapa sawit dunia. Sebanyak 51% diantaranya adalah dari Indonesia. Sebanyak 60 perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah disertifikasi. Lalu 310 pabrik, supply chain dan facilities.

Dalam hal perwujudan produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan RSPO concern terhadap masalah-masalah lingkungan hidup dan sosial. Masalah lingkungan, misalnya, terkait pembukaan lahan perkebunan baru yang harus sejalan dengan prinsip new planting procedure atau prosedur penanaman baru. Kemudian deforestrasi, emisi gas rumah kaca, bio diversity, polusi atau pencemaran sungai. Masalah sosial, contohnya, berhubungan dengan pembebasan lahan untuk lokasi perkebunan baru apakah tidak merugikan penduduk atau masyarakat adat di sekitarnya. Juga terkait dengan buruh yang bekerja di seluruh bagian proses produksi apakah sudah diperlakukan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku.

Guna memastikan berbagai hal terkait masalah lingkungan dan sosial tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan RSPO memiliki ketentuan yang dikenal dengan sebutan Prinsip dan Kriteria atau PnC. Di dalamnya terdapat delapan (8) prinsip yang dilengkapi dengan 43 kriteria dan 139 indikator. Pertama kali PnC dirumuskan tahun 2007 dan di-review setiap lima tahun sekali. Yang diberlakukan saat ini adalah PnC rumusan tahun 2013, akan di-review kembali pada 2018. Sekali dalam setahun yakni pada bulan November RSPO menyelenggarakan rapat tahunan yang dikenal dengan RT. Di Medan pernah dilaksanakan RT 12 pada 2013.

PnC yang terkait dengan masalah-masalah perburuhan adalah Prinsip ke-2 tentang kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang relevan. Prinsip ke-4 tentang penggunaan praktik-praktik terbaik oleh pengusaha perkebunan dan minyak sawit. Prinsip ke-6 tentang tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik kelapa sawit.

Masalah-masalah yang dihadapi pekerja di perkebunan sebelum diadukan ke RSPO sebaiknya diselesaikan secara internal dengan perusahaan melalui jalur bipartite. Jika tidak rampung lalu adukan ke pemerintah (Disnaker). Barulah kemudian sampaikan ke RSPO kalau tidak selesai juga. Pengaduan ke RSPO baik melalui pos maupun email harus dilengkapi dengan bukti-bukti. Itu akan sangat bermanfaat ketika RSPO memproses masalah yang diadukan. Akan tetapi hanya sengketa dengan perusahaan perkebunan yang tercatat sebagai anggota RSPO yang bisa diproses. Selain itu tidak bisa. Misalkan perusahaan yang diadukan bukan anggota RSPO, upayakan untuk menemukan perusahaan tersebut apakah menjual buah sawit atau CPO-nya ke rantai pasok yang terkait dengan RSPO.

Untuk merangsang partisipasi aktif dan mengetahui pemahaman peserta tentang materi PnC RSPO yang disampaikan, sebanyak dua kali dilakukan diskusi kelompok. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok dengan masing-masing satu orang dari OPPUK menjadi fasilitator.

Diskusi kelompok pertama bertujuan mengajak peserta mengetahui secara detail permasalahan-permasalahan di perkebunan tempat bekerja dikaitkan dengan PnC RSPO. Khususnya adalah PnC yang berhubungan dengan perburuhan yakni Prinsip 2, 4 dan 6. Seluruh kelompok menyusun rumusan-rumusannya sesuai dengan panduan, kemudian dipresentasikan untuk diberi tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan dari peserta di kelompok lainnya untuk menyempurnakan.

Diskusi kelompok kedua adalah latihan membuat draft modul pelatihan PnC RSPO yang akan diimplementasikan di basis-basis perkebunan oleh serikat buruh independen (Serbundo). Peserta dibagi dalam tiga kelompok; kelompok I ditugasi merancang modul pelatihan dengan topic berdasarkan dari PnC 4 dan kelompok II dari PnC 6. Mulai dari bahan atau materi yang dibutuhkan untuk mensosialisasikan masalah yang diulas di PnC, durasi atau lama waktu pelatihan, jumlah peserta per-kegiatan pelatihan, alat bantu yang dibutuhkan, yang akan diundang menjadi fasilitator, bentuk acara pelatihan dan skedul, itulah yang harus dirancang tiap-tiap kelompok.

Workshop “Pembuatan Modul Serikat Buruh” yang bertujuan melahirkan modul pelatihan PnC RSPO sangat efektif menemukan persoalan-persoalan yang kerap dihadapi buruh perkebunan kelapa sawit dan melahirkan gagasan untuk memecahkannya. Tentu untuk memecahkannya harus bersama-sama oleh seluruh buruh di bawah kepemimpinan Serikat Buruh (SERBUNDO). Modul pelatihan PnC RSPO yang dilahirkan dalam waktu cepat akan menentukan bagi mampu atau tidaknya buruh menyelesaikan masalah-masalah yang berlangsung terus-menerus di perkebunan. Diharapkan Tim Perumus segera menghasilkan Modul tersebut.

Bagikan :