I. Pendahuluan
Dalam menjalani hidup, manusia tidak terlepas dari sebuah masalah. Masalah dapat saja menimpa setiap manusia, baik oleh karena kesalahan sendiri maupun oleh karena orang lain, baik sengaja maupun oleh kelalaian kita. Besar kecilnya sebuah masalah tergantung pada sesorang yang mengalaminya. Demikian halnya dengan kehidupan buruh di perkebunan kelapa sawit, yang kesehariannya menjalani hubungan kerja, juga tidak terlepas dari yang namanya masalah. Keletihan, Target-target kerja yang harus dipenuhi, aturan-aturan kerja dan perintah atasan yang harus ditaati, keletihan dan menurunnya konsentrasi seseorang buruh dapat menimbulkan masalah yang berdampak pada demosi, pemecatan/ PHK bahkan berdampak pada kriminalisasi/ pemidanaan seorang buruh.

Untuk mengejar/ mencapai  target-target kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan, tentu Buruh mengalami keletihan, dan berdampak pada menurunnya konsentrasi buruh dalam menjalankan segala perintah atasan maupun aturan-aturan yang ada. Sehingga tidak jarang, ketika seorang buruh diperingati oleh atasannya, emosi buruh timbul begitu saja. Disatu sisi, tidak jarang seorang atasan sengaja memancing emosi buruh dengan berbagai cara, karena kondisi buruh yang letih dan konsentrasi yang menurun, emosi buruh memuncak sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kondisi seperti ini, sering dimanfaatkan oleh atasan untuk melakukan tindakan demosi, PHK  bahkan Kriminalisasi, dengan tuduhan-tuduhan melakukan perbuatan tidak menyenangkan dan atau pengancaman. walupun kita tahu, bahwa masalah itu timbul bukan karena faktor kesengajaan. Dan Penegak Hukum dalam hal ini kepolisian yang mendapat laporan dari oknum dan atau atasan tidak pernah mempertimbangkan latar belakang timbulnya masalah/ persoalan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi oleh buruh. Tak jarang kepolisian, langsung memVonis seorang buruh telah bersalah melakukan tindak pidana. Walau kita tahu,  bahwa hanya Hakim lah yang berhak menjatuhkan Vonis/ hukuman pada seseorang. Dan penjatuhan Vonis oleh Kepolisian tersebut berakibat pada tidak objektifnya sebuah pemeriksaan, dimana buruh dijadikan objek dalam pemeriksaan perkara bukan sebagai Subjek.

II. Perlindungan Hukum Bagi Buruh Yang di Jadikan Tersangka
Kriminalisasi terhadap buruh biasanya timbul akibat dari hubungan kerja.Buruh dianggap telah melakukan tindak pidana, walau sebenarnya buruh hanya melakukan tindakan pembelaan diri atas tindakan sewenang-wenang dari atasannya. Tindakan pembelaan diri buruh inilah yang sering dikriminalisasi menjadi perbuatan tindak pidana, berupa; Perbuatan tidak menyenangkan, pengancaman dan tidak tertutup kemungkinan sampai pada tindak pidana pencurian. Walau sebenarnya barang yang diambil dan dimanfaatkan oleh buruh merupakan barang yang tidak berguna lagi bagi perusahaan. Dan tidak jarang seorang buruh yang dianggap melakukan tindak pidana langsung dijadikan tersangka oleh Kepolisian setelah mendapat Laporan dari pihak perusahaan maupun oknum atasan. Dan selanjutnya ditetapkan sebagai Terdakwa.

A. Pengertian Tersangka & Terdakwa
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana” (butir 14 KUHAP). Sedangkan Terdakwa adalah  seorang tersangka  yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilana’ (butir 15 KUHAP).

B. Kedudukan Tersangka Dalam KUHAP
KUHAP menempatkan seorang tersangka dalam kedudukan yang bermartabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan    ( his entity and dignity as a human being ). Sekalipun penegakan hukum itu memang mutlak menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar, tetapi hak-hak seorang tersangka atau terdakwa tidak boleh diabaikan atau dilanggar. Dalam melakukan pemerikasaan terhadap seorang tersangka, penegak hukum harus berpegang pada garis-garis landasan, asas dan prinsip KUHAP,  yaitu ;

1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis KUHAP adalah berdasarkan Pancasila terutama yang berhubungan erat dengan Ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan landasan sila Ketuhanan, KUHAP mengakui setiap pejabat aparat penegak hukum maupun tersangka adalah: Sama-sama manusia yang dependen kepada Tuhan, semua manusia tergantung kepada kehendak Tuhan. Semua makhluk manusia tanpa kecuali adalah ciptaan Tuhan, yang kelahirannya di permukaan bumi semata-mata adalah kehendak dan rahmat Tuhan.

Mengandung arti bahwa :

  1. Tidak ada perbedaan asasi di antara sesama manusia.
  2. Sama-sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk mengembangkan dan mempertahankan kodrat, harkat dan martabat sebagai manusia ciptaan Tuhan.
  3. Sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus dilindungi tanpa kecuali.
  4. Fungsi atau tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia, hanya semata-mata dalam ruang lingkup menunaikan amanat Tuhan Yang Maha Esa.

2. Asas legalitas (legality)
KUHAP sebagai Hukum Acara Pidana adalah undang-undang yang asas hukumnya berlandaskan asas legalitas. Pelaksanaan penerapannya harus bersumber pada titik tolak the rule of law yang berarti semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum dan undang-undang serta menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan diatas segala-galanya. Dengan demikian, setiap tindakan penegakan hukum harus tunduk di bawah ketentuan konstitusi undang-undang yang hidup di tengah kesadaran hukum masyarakat.

Konsekuensi dari asas legalitas yang berlandaskan the rule of law dan supremasi hukum (supremacy of law), maka aparat penegak hukum dilarang atau tidak dibenarkan:

  • Bertindak di luar ketentuan hukum (undue to law) maupun undue process.
  • Bertindak sewenang-wenang (abuse of law).
  • Setiap orang tersangka mempunyai kedudukan:
    • Sama sederajat di hadapan hukum atau equality before the law.
    • Mempunyai kedudukan “perlindungan” yang sama oleh hukum atau equal protection thelaw.
    • Mendapat “perlakuan keadilan” yang sama dibawah hukum, equal justice under the law.

3. Asas Keseimbangan (Balance)
Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum tidak boleh berorientasi pada kekuasaan semata-mata. Hal ini berarti bahwa aparat penegak hukum harus menempatkan diri pada keseimbangan yang serasi antara orientasi penegakan hukum dan perlindungan ketertiban masyarakat dengan kepentingan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Aparat penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum harus menghindari perbuatan melawan hukum yang melanggar hak-hak asasi manusia dan setiap saat harus sadar dan berkewajiban untuk mempertahankan kepentingan masyarakat sejalan dengan tugas dan kewajiban menjunjung tinggi martabat manusia (human dignity) dan perlindungan individu (individual protection).

4. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence).
Dalam penjelasan umum butir 3 huruf (c) KUHAP ditegaskan bahwa :
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap”. Asas praduga tak bersalah ini dari segi teknis juridis ataupun dari segi teknis penyidikan merupakan penerapan acquisitoir (Pemeriksaan saling berhadapan) yang menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. Dimana tersangka/terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri. Sedangkan obyek pemeriksaan dalam asas acquisitoir adalah kesalahan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka/terdakwa, maka ke arah itulah pemeriksaan harus ditujukan.
Hak seseorang tersangka untuk tidak dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya (praduga tak bersalah) sesungguhnya juga bukan hak yang bersifat absolut, baik dari sisi formil maupun sisi materiel, karena hak ini tidak termasuk ”non-derogable rights” (Hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun) seperti halnya hak untuk hidup atau hak untuk tidak dituntut dengan hukum yang berlaku surut (non-retroaktif). Asas ini dimuat dalam Pasal 8 UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan di dalam Penjelasan Umum UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP serta dipertegas dalam Pasal 14 paragrap 2 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik (1966), yang dirumuskan dengan kalimat singkat: ”Everyone charged with criminal offence shall have the right to be presumed innocent until proved guilty according to law”.(Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum).

Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politikmerinci luas lingkup atas tafsir hukum  ”hak untuk dianggap tidak bersalah”, yang meliputi 8 (delapan) hak, yaitu:

  1. Hak untuk diberitahukan jenis kejahatan yang didakwakan;
  2. Hak untuk disediakan waktu yang cukup dalam mempersiapkan pembelaannya dan berkomunikasi dengan penasehat hukum yang bersangkutan;
  3. Hak untuk diadili tanpa ditunda-tunda;
  4. Hak untuk diadili yang dihadiri oleh yang bersangkutan;
  5. Hak untuk didampingi penasehat hukum jika yang bersangkutan tidak mampu;
  6. Hak untuk diperiksa dan memeriksa saksi-saksi yang berlawan dengan yang bersangkutan;
  7. Hak untuk memperoleh penerjemah jika diperlukan oleh yang bersangkutan;
  8. Hak untuk tidak memberikan keterangan yang merugikan dirinya atau hak untuk tidak dipaksa mengakui perbuatannya.

C. Hak-Hak Terdakwa dalam KUHAP
Bagaimanapun baiknya suatu peraturan, ia masih akan diuji dalam praktik. Kebiasaan memaksa bahkan menyiksa tersangka agar mengaku tentu ada dan sukar sekali dihilangkan. Contoh lain; ialah cara pemeriksaan tersangka berjam-jam, terus-menerus, sehingga tersangka sangat payah, akhirnya mengaku.Pemeriksaan dengan paksaan sebenarnya merupakan tindak pidana (Pasal 422 KUHP).
Dalam KUHAP, Tersangka atau terdakwa diberikan seperangkat hak-hak (Pasal 50 sampai dengan pasal 68). Hak-hak tersebut meliputi :

  1. Hak untuk segara diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili (Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3)).
  2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a dan b).
  3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim seperti tersebut dimuka (Pasal 52).
  4. Hak untuk mendapat juru bahasa (Pasal 53 ayat (1)).
  5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54).
  6. Hak untuk mendapat nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma.
  7. Hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (2)).
  8. Hak untuk menghubungi dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan (Pasal 58).
  9. Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksud yang sama di atas (Pasal 59 dan 60).
  10. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga yang tidak ada hubungan dengan pekara tersangka atau terdakwa, untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarga (Pasal 61).
  11. Hak tersangka atau terdakwa untuk berhubungan surat menyurat dengan penasihat hukumnya (Pasal 62).
  12. Hak tersangka atau terdakwa untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 63).
  13. Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65).
  14. Hak tersangka atau terdakwa untuk menuntut ganti kerugian (Pasal 68).
    Disamping hal tersebut di atas, masih ada hak-hak tersangka atau terdakwa yang lain, seperti di bidang penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan lain-lain.

1. Dalam Proses Penangkapan.
Hak seseorang saat terjadi penangkapan :

  • Meminta surat tugas dari petugas kepolisian yang akan menangkap anda.
  • Meminta surat perintah penangkapannya.
  • Meneliti surat perintah penangkapan mengenai identitasnya, alasan penangkapan, dan tempat diperiksa.
  • Minta untuk dilepaskan setelah lewat dari 1 X 24 jam.
  • Berhak untuk diperiksa tanpa tekanan; intimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.
  • Menghubungi dan didampingi oleh seorang penasehat hukum/pengacara.
  • Segera diperiksa oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.

2. Dalam Proses Penahanan.
Hak-hak Tersangka jika ditahan, antara lain adalah :

  • Menghubungi dan didampingi pengacara.
  • Segera diperiksa oleh penyidik setelah 1 hari ditahan.
  • Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum.
  • Meminta atau mengajukan pengguhan penahanan.
  • Bebas dari tekanan seperti ; diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.

III. Kesimpulan.

  1. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap”.Dimana tersangka/terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri. Sedangkan obyek pemeriksaan dalam asas acquisitoir adalah kesalahan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka/terdakwa.
  2. Hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum dalam proses penyidikan perkara pidana adalah merupakan hak yang harus dimiliki oleh tersangka dalam memperoleh bantuan hukum dalam hal ini adalah penasihat hukum/advokat sejak permulaan pemeriksaan perkaranya. Dalam arti bahwa sejak pemeriksaan tahap penyidikan, seorang tersangka berhak untuk didampingi seorang penasehat hukum.

Penasihat hukum pada dasarnya adalah memberikan bantuan hukum kepada kliennya di pengadilan maupun di luar pengadilan seperti mendampingi, mewakili, membela. Dalam proses penyidikan di kepolisian peranan seorang penasihat hukum adalah sebagai pendamping agar hak-hak dari tersangka / kliennya tidak dilanggar oleh penyidik kepolisian, salah satu hak yang diberikan kepada tersangka terdakwa dalam proses penyelesaian perkara pidana adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum, di samping beberapa hak lainnya seperti mendapat pemeriksaan, hak untuk diberitahukan kesalahannya, hak untuk mendapat kunjungan keluarga dan lain-lain, karena walau bagaimanapun juga seorang tersangka / klien yang sedang diperiksa memiliki hak yang sama di muka hukum seperti masyarakat lainnya.

Bagikan :