Bahaya pestisida telah menjadi bahan diskusi diberbagai belahan dunia bahkan beberapa Negara Eropa telah melarang penggunaannya namun tidak demikian halnya dengan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pestisida digunakan hampir diseluruh perkebunan kelapa sawit oleh buruh perempuan yang bekerja sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) yang tidak memiliki kepastian kerja. Buruh perempuan bekerja tanpa alat perlindungan diri yang memadai dan tanpa jaminan kesehatan merupakan pemandangan biasa di perkebunan kelapa sawit. Publikasi pengusaha dan pemerintah melalui foto-foto buruh perempuan dengan atribut menyemprot yang lengkap sangatlah jauh dari realitas lapangan. Bahkan auditor badan sertifikasi perkebuan tidak mampu melihat realitas kondisi buruh perempuan di perkebunan kelapa sawit.

Melalui kerja-kerja lapangan, OPPUK mendapati beberapa buruh penyemprot yang tidak mendapatkan alat perlindungan diri memadai dan menghadapi berbagai kondisi sulit. Di banyak tempat, buruh hanya mendapat masker sekali pakai untuk menyemprot. Jari kuku menghitam akibat bersentuhan dengan bahan kimia tanpa sarung tangan. Karena ketidaktahuan buruh, seringkali dipikir karena perempuan tidak merawat dirinya. Bahkan buruh perempuan  tanpa alasan yang jelas tidak boleh lagi melakukan penyemprotan menggunakan bahan kimia berbahaya setelah pemeriksaan darah. Ironisnya buruh tidak memiliki akses untuk melihat hasil pemeriksaan darah tersebut. Setelah tidak boleh bekerja sebagai penyemprot, buruh perempuan diwajibkan disuntik  yang mereka sebut sebagai suntik vitamin karena jika menolak mereka tidak dapat bekerja lagi.

 

Mitra kerja OPPUK dalam mendorong pemenuhan hak-hak buruh, Pesticide Action Network Asia Pacific (PANAP), tertarik untuk melakukan pendokumentasian terhadap kondisi buruh perempuan terutama dampak penggunaan pestisida pada buruh di perkebunan kelapa sawit. Dengan pengalaman melakukan advokasi hak-hak buruh perempuan dan bahaya penggunaan pestisida tanpa perlindungan yang memadai mendorong mereka melakukan kunjungan ke kantor OPPUK di Medan. Kunjungan yang dilakukan pada 26 – 27 Februari 2016 tersebut menyepakati bahwa PANAP bersedia mendokumentasikan kondisi buruh perempuan penyemprot dan memfasilitasi pendidikan tentang bahaya pestisida bagi buruh perkebunan kelapa sawit.

Tidak tersedianya pendidikan dan pelatihan bagi buruh penyemprot membuat mereka tidak mampu melindungi diri mereka dari bahaya pestisida. Selain itu, kurangnya pelatihan membuat buruh tidak mengetahui alat perlindungan yang tepat untuk pekerjaan mereka tersebut. Media pendidikan bagi buruh penyemprot diharapkan mampu mengajak buruh penyemprot yang kebanyakan perempuan untuk perduli terhadap kesehatan diri mereka. Pelatihan diharapkan akan memampukan buruh perempuan menuntut hak-haknya mengetahui hasil tes darah yang dilakukan secara rutin tiap tahunnya.

Pendokumentasian kondisi buruh perempuan di perkebunan kelapa sawit merupakan sarana untuk memperjuangkan perbaikan kondisi buruh perawatan yang selama ini dianggap kurang penting.

Bagikan :